Seiring dengan pergerakan matahari mendekati puncak siklus 11 tahunnya, para ilmuwan mengatakan badai surya dahsyat mungkin dapat menuju Bumi, yang bisa memutus jaringan pasokan listrik dan mengacaukan sistem navigasi GPS dan satelit.
Badai matahari geomagnetis paling parah yang pernah tercatat menimpa Bumi adalah pada 1859, diamati dan digambar oleh astronom Richard Carrington. Saat itu badai mengacaukan komunikasi telegraf global. Para operator terkejut melihat percikan api dari kabel-kabel telegraf dan membakar kertas-kertas telegraf.
Meski tidak sedahsyat itu, badai-badai lain dalam sejarah telah memutus listrik, mematikan layanan telepon, menghasilkan arus pendek pada satelit dan memadamkan jaringan radio.
Planet Bumi sudah saatnya menghadapi badai seperti yang terjadi era Carrington, menurut laporan baru dari Lloyd’s of London, pasar asuransi tertua di dunia.
Salah satu penulis laporan tersebut, Neil Smith, mengatakan badai kali ini dapat lebih parah, mengingat ketergantungan dunia pada tenaga listrik.
"Kami memperkirakan bahwa 20-40 juta orang mungkin dapat kehilangan listrik selama satu sampai dua tahun," ujarnya.
"Hal itu terkait dengan isu kritis dari trafo pengganti. Jumlah orang tanpa listrik sebanyak itu dapat menyebabkan kerugian ekonomi antara US$0,6 triliun sampai $2,6 triliun."
Fokus dari laporan tersebut adalah Amerika Utara. Smith mengatakan fitur-fitur geologi dan infrastruktur yang menua di wilayah ini membuatnya berisiko tinggi terhadap cuaca matahari yang buruk. Kabel-kabel listrik, satelit, sistem komunikasi pesawat, astronot dan jaringan pipa minyak adalah yang paling rentan.
Model Komputer yang Lebih Baik
Michael Wiltberger, seorang ilmuwan dari High Altitude Observatory pada Pusat Nasional untuk Riset Atmosferik di Boulder, Colorado, membangun model-model untuk melacak siklus matahari, untuk akhirnya memprediksi cuaca matahari dengan lebih baik.
Ia mengamati lontaran massa korona (CME) yang berlomba melewati sistem surya dengan kecepatan 3 juta sampai 5 juta kilometer per jam. Mereka mencapai Bumi dalam kurang dari dua hari. Wiltberger melihatnya pada kecepatan cahaya, kurang dari delapan menit setelah sebuah letusan di matahari.
Hal itu memberikan pembuat prakiraan cuaca antarika waktu, namun Wiltberger mengatakan memperkirakan secara persis kapan dan di mana badai akan terjadi adalah jauh lebih kompleks.
Ia menambahkan model-model itu dapat memberikan kerangka kerja untuk mengawasi badai dan memperbaiki prediksi. Ia berharap sistem tersebut dapat beroperasi dalam lima tahun.
Sementara itu, Neil Smith dari Lloyd’s of London mendesak kerja sama yang lebih besar untuk menangani dampak sebelum badai besar berikutnya datang. Kerja sama itu sangat penting, ujarnya, untuk mencegah kekacauan ekonomi dan sosial skala besar.
©~~~~~~~~~
Sumber : VOA Indonesia
URL : voaindonesia.com
Editor : Original Content
Post : AR
©~~~~~~~~~